Kompolnas dan Kapolri Tanggapi Kasus Pencari Bekicot yang Jadi Korban Salah Tangkap Oknum Polisi
Kasus Salah Tangkap di Grobogan
https://leadnepal.com/ Kusyanto (38), seorang pencari bekicot asal Desa Dimoro, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, menjadi korban salah tangkap oleh oknum anggota Polsek Geyer, Aipda IR. Kejadian ini menuai perhatian luas dari masyarakat. Banyak pihak mengecam tindakan oknum polisi tersebut, terutama setelah terungkap bahwa Kusyanto sebenarnya tidak bersalah. Video yang viral di media sosial menunjukkan sikap intimidatif yang dilakukan Aipda IR saat menangkap Kusyanto, yang semakin memicu kecaman publik.
Menanggapi hal tersebut, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Kapolri memberikan tanggapan terkait insiden ini.
Kompolnas Soroti Paradigma Lama dalam Pengungkapan Hukum
Choirul Anwar, anggota Kompolnas, menyampaikan bahwa ada perubahan paradigma dalam pengungkapan suatu peristiwa hukum. Dia menegaskan bahwa dalam kasus salah tangkap di Grobogan, aparat kepolisian masih menggunakan paradigma lama, di mana oknum polisi memaksa seseorang untuk mengaku. Menurut Choirul, paradigma tersebut adalah tindakan yang salah dan harus segera diubah.
“Pengakuan bukan menjadi bukti,” tegas Choirul, saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/3/2025). Kompolnas juga memberikan apresiasi terhadap langkah Propam yang memproses kasus ini dan mengamankan pelaku. Mereka mendorong Propam untuk tidak hanya berhenti di tahap penyelidikan, namun juga melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam dan membawa kasus ini ke sidang etik.
Tanggapan Ketua Harian Kompolnas
Arief Wicaksono Sudiutomo, Ketua Harian Kompolnas, turut memberikan penegasan bahwa tindakan salah tangkap oleh Aipda IR terhadap Kusyanto tidak dibenarkan. “Polisi harus bertindak lebih hati-hati dalam proses penyelidikan setelah menerima informasi adanya tindak pidana,” kata Arief. Dia juga menegaskan bahwa seorang petugas kepolisian yang belum memiliki bukti cukup, tidak boleh sembarangan melakukan penangkapan. Apalagi sampai menggunakan kekerasan, yang jelas melanggar Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang manajemen penyidikan tindak pidana.
Arief menambahkan, meskipun polisi sudah memiliki bukti yang cukup, penangkapan tetap harus dilakukan dengan menghormati hak asasi manusia (HAM) yang melekat pada setiap individu. Jika terjadi kesalahan dalam proses penangkapan, Arief menekankan bahwa petugas yang bersangkutan wajib meminta maaf kepada korban dan akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Proses Hukum Oleh Kapolri
Menanggapi kasus ini, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa setiap anggota kepolisian yang terbukti bersalah akan diproses sesuai dengan aturan yang berlaku. “Jika terbukti bersalah, saya tidak akan ragu untuk memprosesnya,” ujar Kapolri Sigit saat ditemui di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Jakarta, Senin (10/3/2025).
Kapolri juga meminta agar media menanyakan proses hukum yang sedang berlangsung kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Kesimpulan
Kasus salah tangkap yang dialami Kusyanto ini mencuatkan masalah besar terkait profesionalisme aparat kepolisian dalam melakukan penindakan hukum. Kompolnas dan Kapolri memastikan bahwa tindakan yang salah ini akan diproses sesuai aturan yang berlaku dan pihak yang bersalah akan mendapat sanksi yang tegas.
Post Comment