Polemik Kasus Pagar Laut Tangerang: Polri Berkeras Pemalsuan, Kejagung Diminta Bertindak

https://leadnepal.com/JAKARTA – Misteri pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang ditemukan di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, sejak awal Januari 2025, hingga kini belum menemui titik terang di meja hijau. Perselisihan pandangan antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menjadi penyebab utama mandeknya kasus yang diduga kuat merugikan negara ini.

Kejagung memiliki dugaan kuat adanya tindak pidana korupsi dalam penerbitan dokumen sertifikat lahan pagar laut Tangerang. Sebaliknya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bersikukuh bahwa permasalahan yang terjadi hanya sebatas pemalsuan dokumen.

Padahal, sejak 25 Maret 2025, Kejagung telah menginstruksikan Bareskrim untuk turut menyelidiki dugaan suap atau gratifikasi yang berkaitan dengan potensi korupsi dalam kasus ini.

Jaksa menemukan indikasi atau potensi korupsi dalam pemalsuan surat tanah yang dilakukan oleh Kepala Desa Kohod, Tangerang, Arsin, beserta stafnya.

Kasus Terhenti, Polri Tegaskan Tak Ada Unsur Korupsi

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan keyakinannya bahwa kasus ini masih berfokus pada dugaan pemalsuan surat, bukan tindak pidana korupsi. “Dari penyidik Polri, khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 KUHP menurut penyidik, berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formal maupun materiil. Artinya, kita sudah hari ini kembalikan dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan,” tegas Djuhandhani dalam konferensi pers di Lobi Bareskrim Polri, Kamis (10/4/2025).

Djuhandhani menjelaskan bahwa setelah menerima petunjuk dari berkas P19 yang diberikan Kejagung, penyidik segera melakukan serangkaian pemeriksaan dan meminta keterangan dari sejumlah ahli, terutama untuk menguji ada tidaknya unsur korupsi dalam kasus yang sedang diselidiki. Penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum telah berdiskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mencari tahu potensi kerugian negara dalam kasus pagar laut Tangerang. “Dari teman-teman BPK, kita diskusikan, kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” lanjutnya. Keberadaan kerugian negara menjadi poin krusial dalam menentukan apakah suatu kasus dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi atau tidak.

Sikap Keras dan Pandangan Sempit Polri Mendapat Kecaman

Langkah Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri yang enggan mengusut dugaan korupsi dalam kasus pagar laut Tangerang dengan alasan tidak adanya kerugian negara menuai kritik pedas. Aktivis antikorupsi sekaligus mantan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto menjelaskan bahwa definisi korupsi dalam hukum pidana korupsi memiliki cakupan yang sangat luas. “Sayang sekali Bareskrim memahami korupsi dalam kacamata yang sempit sebatas kerugian negara, padahal pidana korupsi sangat luas, ada suap, gratifikasi, ada perbuatan curang, pemerasan, dan lain-lain,” kritik Agus kepada Kompas.com, Kamis (17/4/2025).

Agus meyakini bahwa dalam kasus pagar laut ini telah terjadi peralihan hak milik tanah dari negara menjadi milik pribadi atau perusahaan yang harus diusut secara menyeluruh. Ia menyarankan agar penyidik Bareskrim Polri dan tim dari Kejaksaan duduk bersama untuk menyamakan pemahaman dan konstruksi kasus yang sedang ditangani.

Kritik serupa juga dilontarkan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). MAKI menyayangkan sikap Bareskrim Polri yang terkesan “ngeyel” dan tidak mengikuti petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam mengusut kasus ini. “Sebenarnya sangat disayangkan Dittipidum dalam tanda kutip ngeyel dari petunjuk jaksa. Mestinya dipatuhi saja kan enak,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dihubungi Kompas.com, Rabu (16/4/2025).

Boyamin berpendapat bahwa petunjuk jaksa yang meminta Polri untuk mengusut kasus pagar laut Tangerang ke arah pidana khusus, yaitu korupsi, seharusnya dapat dipatuhi oleh Dittipidum. “Ini kan malah meringankan kerja Dittipidum. Langsung atas petunjuk jaksa itu, berkas diserahkan ke Kortas Tipikor karena Kortas Tipikor juga sudah menangani perkara pagar laut itu menjadi perkara korupsi,” imbuh Boyamin.

ICW Dorong Kejagung untuk Mengambil Alih Kasus

Jika Bareskrim Polri terus berlarut-larut dalam menangani kasus pagar laut Tangerang, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa kasus ini sebaiknya diserahkan sepenuhnya kepada Kejaksaan Agung.

“Untuk konstruksi kasus ini, kami memang menilai ada dugaan korupsi, baik itu dalam bentuk suap maupun gratifikasi. Sehingga, kami mendorong adanya penuntasan kasus pagar laut yang dugaannya melibatkan banyak pihak,” tegas Peneliti ICW Erma Ulia Andriyani. Mengingat kasus ini telah mengarah pada dugaan pidana khusus, Kejaksaan dinilai memiliki wewenang untuk terlibat lebih aktif dalam proses penyidikannya. ICW berpendapat bahwa jika Polri mengalami kendala dalam penyidikan, Kejagung dapat mengirimkan tim untuk berkoordinasi lebih lanjut.

“Sebetulnya sah-sah saja jika kejaksaan menunjuk penyidik kejaksaan untuk berkoordinasi dengan penyidik dari kepolisian, atau bahkan mengambil alih jika dirasa diperlukan. Terlebih, petunjuk dari kejaksaan tidak diikuti oleh kepolisian,” pungkas Erma.