Mengapa Banyak Pejabat Sering Melontarkan Pernyataan Kontroversial? Pengamat: Fenomena Ini Tak Hanya Terjadi di Indonesia
https://leadnepal.com/ Jakarta – Fenomena pejabat publik yang menyampaikan pernyataan kontroversial atau keliru ternyata bukanlah hal yang hanya terjadi di Indonesia. Menurut Cecep Hidayat, pengamat politik sekaligus dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, kondisi serupa juga dapat ditemukan di berbagai negara lainnya.
“Fenomena ini tidak eksklusif terjadi di Indonesia. Kalau kita menelusuri lebih jauh, banyak juga pejabat dari negara lain yang kerap menyampaikan pernyataan yang menuai kontroversi,” ujar Cecep saat dihubungi pada Kamis (11/9/2025).
Lalu, apa yang menjadi penyebab di balik seringnya pejabat publik membuat pernyataan yang kontroversial atau dianggap tidak sensitif?
1. Kurangnya Kepekaan terhadap Persepsi Publik
Cecep menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama adalah minimnya sensitivitas terhadap respons masyarakat. Banyak pejabat, menurutnya, terbiasa berpikir secara birokratis atau teknokratis, yang kerap kali tidak selaras dengan cara pandang publik.
“Cara berpikir yang terlalu teknis atau birokratis bisa membuat ucapan terdengar kaku, bahkan menyinggung perasaan masyarakat,” kata Cecep.
Ia mencontohkan kasus pernyataan kontroversial oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait tuntutan buruh. Meskipun mungkin pernyataan itu bermaksud menampilkan data statistik, namun penyampaiannya kurang memperhatikan persepsi masyarakat umum.
2. Dampak Perubahan Lanskap Media
Di era digital saat ini, keberadaan media sosial membuat setiap ucapan pejabat dapat langsung terdokumentasi, tersebar, bahkan dipelintir atau dipotong-potong.
“Pernyataan yang sebenarnya netral bisa dengan mudah diberi narasi negatif, dibagikan secara masif, bahkan dipolitisasi,” ujar Cecep.
Dalam konteks komunikasi politik, hal ini memperbesar peluang terjadinya kesalahan bicara (slip of the tongue) yang kemudian dimanfaatkan atau disalahartikan oleh publik atau media.
3. Tekanan Politik yang Tinggi
Situasi politik yang memanas, seperti ketika terjadi aksi demonstrasi atau saat pembahasan kebijakan yang kontroversial, dapat menciptakan tekanan psikologis yang besar bagi pejabat publik. Dalam kondisi seperti ini, kemampuan untuk menyampaikan pesan dengan tenang dan jelas menjadi menurun.
“Pejabat bisa saja mengalami stres atau tekanan mental yang membuat mereka sulit menimbang dampak sosial dari apa yang mereka ucapkan,” ungkap Cecep.
4. Lemahnya Kemampuan Komunikasi Politik
Banyak pejabat yang menduduki posisi penting bukan karena keahlian dalam komunikasi, melainkan karena kedekatan politik atau jaringan personal. Hal ini menyebabkan adanya gap antara kemampuan teknis dan kemampuan menyampaikan pesan secara efektif.
“Ada yang hebat di bidangnya secara teknis, tapi tidak cakap dalam membangun komunikasi politik,” jelas Cecep.
5. Minimnya Pelatihan Komunikasi Publik
Masalah ini semakin kompleks ketika pejabat tidak dibekali dengan pelatihan komunikasi yang memadai, terutama untuk menangani situasi krisis atau isu sensitif.
“Dalam demokrasi modern, kemampuan berbicara di depan publik itu sangat penting, tidak hanya untuk menjelaskan kebijakan, tetapi juga untuk membangun kepercayaan,” tambahnya.
Bahkan, menurut Cecep, banyak kebijakan yang sebenarnya bermanfaat dan berpihak pada rakyat, justru gagal diterima publik karena cara penyampaiannya tidak efektif atau kurang empatik.
Penutup
Meningkatkan kualitas komunikasi publik di kalangan pejabat bukan sekadar soal keterampilan teknis, tetapi juga bagian penting dari membangun demokrasi yang sehat. Dengan pelatihan dan kepekaan yang lebih tinggi terhadap persepsi publik, diharapkan para pejabat dapat menghindari kesalahan yang berpotensi menimbulkan kontroversi atau krisis kepercayaan.
Post Comment