Dampak Perang Dagang AS-China: Pesanan Dibatalkan, Boeing 737 MAX Kembali ke Amerika

https://leadnepal.com/ SEATTLE – Perang dagang antara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Amerika Serikat (AS) kembali memakan korban, kali ini menimpa produsen pesawat terbang Boeing. Sebuah unit pesawat Boeing yang sebelumnya telah tiba di RRT terpaksa melakukan penerbangan kembali ke AS pada Jumat (18 April 2025).

Berdasarkan laporan dari media perdagangan The Air Current, pesawat tersebut sempat mendarat di fasilitas Boeing yang berlokasi di Zhoushan, RRT. Namun, situasi perdagangan yang tegang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia ini memaksa perusahaan seperti Boeing, yang beroperasi di kedua negara, berada di tengah pusaran perselisihan. Pemerintah RRT dikabarkan telah menginstruksikan maskapai penerbangan domestik untuk menangguhkan pemesanan pesawat baru dari Boeing dan mewajibkan adanya izin sebelum menerima pesawat yang telah dipesan sebelumnya.

Pesawat yang dilaporkan kembali terbang dari fasilitas Zhoushan ke AS merupakan satu dari tiga unit jet 737 MAX yang tiba sejak bulan Maret. Di fasilitas Zhoushan, yang terletak di wilayah timur RRT, Boeing menyelesaikan tahapan akhir perakitan pesawat, termasuk pemasangan kursi dan pengecatan eksterior. Sementara itu, nasib dua pesawat lainnya yang masih berada di fasilitas tersebut belum diketahui secara pasti.

Pada Kamis (17 April 2025), seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri RRT menyampaikan kepada awak media bahwa pihaknya tidak memiliki informasi mengenai penghentian pemesanan pesawat Boeing.

Kekhawatiran Boeing Terhadap Tarif Balasan

Sebelumnya, Boeing telah memperkirakan potensi peningkatan biaya produksi akibat tarif balasan antara AS dan RRT. Dengan rantai pasokan yang sangat kompleks, biaya produksi di AS berisiko melonjak akibat tarif yang dikenakan pada berbagai komponen impor yang digunakan oleh Boeing. Di sisi lain, tarif balasan RRT sebesar 125 persen terhadap produk-produk AS membuat harga pesawat Boeing menjadi sangat mahal bagi maskapai-maskapai penerbangan RRT.

Dalam pidatonya kepada para karyawan pada bulan Maret, sebulan sebelum Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif, CEO Boeing, Kelly Ortberg, telah memperingatkan bahwa tarif dapat meningkatkan biaya dan mengganggu rantai pasokan perusahaan yang rumit dan dikelola dengan cermat.

Dalam sidang Senat awal bulan ini, Ortberg kembali menegaskan potensi dampak negatif tarif terhadap bisnis Boeing. Ia menekankan bahwa Boeing memperoleh komponen dari berbagai negara dan menjual sebagian besar pesawatnya ke luar negeri. Hal ini berarti Boeing berisiko mengalami kerugian ganda, yaitu peningkatan biaya produksi dan penurunan angka penjualan.

“Perdagangan bebas sangat krusial bagi kami,” ujar Ortberg di hadapan Komite Perdagangan, Sains, dan Transportasi Senat. “Penting bagi kami untuk tetap memiliki akses ke pasar-pasar tersebut dan tidak sampai terjebak dalam situasi di mana pasar-pasar tertentu menjadi tertutup bagi kami,” tambahnya.

Potensi Pasar China yang Besar

Sebagai salah satu pasar penerbangan dengan pertumbuhan tercepat di dunia, RRT merupakan peluang yang sangat besar bagi Boeing. Pada September 2023, Boeing memperkirakan bahwa dalam 20 tahun mendatang, RRT akan menyumbang 20 persen dari total lalu lintas udara global dan akan menggandakan armada pesawat komersialnya menjadi sekitar 9.600 unit.